
Ibu saya selalu berkata bahwa doa adalah modal hidup yang tak akan pernah habis. Pernyataan itu benar-benar nyata di dalam kehidupan saya. Setelah tamat SMU, saya ingin melanjutkan studi ke Akademi Tehnik Rontgent Medan (ATRO). Tidak mudah untuk dapat menjadi mahasiswa di sana, ada banyak tes yang harus dilalui dan dibutuhkan biaya yang besar, sementara saya berasal dari keluarga yang sederhana. Saat mendaftar, ada beberapa orang calon mahasiswa yang bertanya, Berapa uang yang kamu sediakan untuk dapat masuk? Saya hanya diam, karena saya masuk ke institut itu hanya bermodalkan formulir pendaftaran dan doa yang tak putus. Ketika pulang, saya bertanya, Bu, apakah kalau mau masuk ke ATRO harus memberi amplop kepada panitia? Ibu saya menjawab, Bagi orang yang mampu mungkin ya, tetapi kita cukup mengandalkan Tuhan! Setelah waktu yang telah ditentukan, saya pergi melihat hasil pengumuman dan puji Tuhan nama saya tertera sebagai salah satu mahasiswa yang diterima dengan predikat lulus murni. Setelah tamat dari ATRO, saya bingung akan bekerja di mana? Saya mencoba melamar di rumah sakit swasta atau di klinik-klinik, tetapi tak satu pun yang memberikan kesempatan, padahal waktu itu tenaga teknis rontgent masih sedikit. Saya sempat hampir putus asa, tetapi ibu saya berkata, Sabarlah, Tuhan pasti sedang menyiapkan tempat kerja yang tepat untukmu. Pada bulan Februari 1997, saya dan ibu berangkat ke Jakarta karena mendengar ada pengangkatan pegawai negeri. Sebelumnya saya sudah mendengar bahwa teman-teman seangkatan saya menyediakan uang belasan juta rupiah, agar dapat diterima sebagai pegawai negeri. Tetapi iman saya berkata, Biar tanpa uang suap, saya pasti bisa masuk. Saya pasti akan melihat mujizat Tuhan lagi. Hari Senin, kami pergi ke kantor DepKes. Di sana kami mencari informasi siapa yang menangani perihal penerimaan dan pengangkatan pegawai negeri. Ketika kami menemui orang yang bersangkutan, ia mengatakan bahwa besok adalah hari pendaftaran terakhir, kemudian ia memeriksa arsip-arsip yang saya bawa. Pegawai itu menyatakan bahwa ada satu persyaratan yang kurang, yaitu surat pengantar dari gubernur Sumut, yang mau tak mau harus sudah ada esok hari. Dalam waktu satu hari mana mungkin saya bisa mendapatkan surat tsb. Mendengar hal itu kami pergi ke kamar mandi dan berdoa. Setelah berdoa kami kembali masuk ke ruang kantor itu dan bertemu dengan seorang bapak yang menolong kami. Bapak itu berkata bahwa kami tidak perlu mengurus surat itu dan ia menolong kami menjelaskan kepada rekan sekerjanya. Urusan hari itu beres berkat doa. Keesokan harinya kami kembali ke kantor itu, saat berhadapan dengan bagian penempatan, pegawainya mengatakan bahwa semua posisi lowong sudah terisi. Kami kembali berseru kepada Tuhan di kamar mandi, kemudian menemui bapak yang menolong kami kemarin. Akhirnya bapak itu mengantar kami dan ternyata masih ada 2 tempat lagi yang kosong yaitu, Irian Jaya dan Manado. Singkat cerita, saya memilih untuk ditempatkan di Manado dan saya pun di tempatkan di rumah sakit Malalayang. Dua tahun kemudian saya dan keluarga berdoa supaya dimutasikan ke Medan. Dengan doa yang tak putus dan iman yang teguh, kami sekeluarga kembali melihat campur tangan Tuhan. Sekarang saya bekerja sebagai tenaga radiologi di Rumah Sakit Adam Malik Medan. Pembaca ManSor, andalkanlah Tuhan di setiap waktu dan dalam segala keadaan. Terpujilah nama Tuhan yang mendengar doa-doa umatNya. Amin.
back
Best viewed in Mozilla Firefox 3 or greater