Kesaksian Gregorius Seran, Tangerang Berawal di tahun 2005, setelah lulus SMA di Belu, NTT, saya mengalami sesuatu yang aneh, yang belum pernah saya alami sebelumnya, yaitu darah keluar dari hidung saya. Hal ini sering terjadi jika saya terlalu capai dan melakukan berbagai hal yang terlalu berat. Saya menganggap ini sebagai hal yang biasa. Tanggal 31 Maret 2006 saya memutuskan untuk pergi ke Malaysia sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Di sana saya bekerja sebagai buruh perkebunan sawit. Setelah di sana, saya memang tidak mengalami keadaan seperti yang dulu, hidung saya tidak sering lagi mengeluarkan darah, mungkin karena makanan yang saya konsumsi cukup bergizi. Tetapi, meskipun hidung tidak sering lagi mengeluarkan darah, kondisi fisik saya tetap kurang baik. Saya sering lemah, kejang-kejang seperti penyakit ayan, dan harus menggigit sesuatu agar tidak terasa sakit, bahkan saya bisa sampai pingsan. Karena kondisi saya seperti ini, maka atas anjuran keluarga, saya pun memeriksakan diri ke dokter. Setelah diperiksa, betapa terkejut dan sedihnya saya, karena ternyata saya telah mengalami kanker otak stadium 4. Orang tua dan keluarga saya yang mendengar hal itu juga merasa sangat terpukul, mereka menyuruh saya untuk pulang. Tetapi karena proses untuk mengatur kepulangan agak lama, maka saya pun memilih untuk berobat terlebih dahulu. Akhirnya, saya dirawat di RS Kerajaan, Ipo, Perak, Malaysia. Waktu itu saya belum menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh. Penderitaan ini cukup membuat saya terpukul. Saya dirawat selama 6 bulan. Namun, tidak terjadi perubahan apa-apa karena sudah terlambat waktu dibawa ke dokter. Dalam perawatan itu, saya juga harus menerima keadaan yang tidak saya sukai, di mana penyakit ini membuat rambut saya rontok semua. Tetapi puji Tuhan, di dalam keadaan seperti itulah saya merasakan saat-saat di mana tangan Tuhan bekerja secara luar biasa. Dokter pribadi yang menangani saya namanya Dr. Sebastianus, dia seorang dokter Kristen yang takut akan Tuhan. Saya percaya, tidak secara kebetulan saya dirawat oleh beliau. Saya bersyukur karena dokter inilah yang banyak memotivasi saya, melalui masa-masa perawataan dan kesakitan, di mana teman dan keluarga tidak ada yang mendampingi saya. Satu hal yang masih segar dalam ingatan saya sehingga saya memilih untuk percaya kepada Tuhan dalam masa kesakitan itu adalah ketika dokter ini berkata, Gery, jika engkau percaya bahwa Tuhan itu ada, maka engkau harus percaya juga bahwa Tuhan itu berkuasa. Tuhan mampu menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, berarti Tuhan juga sanggup menyembuhkan penyakit ini. Namun, hanya mujizat yang bisa menyembuhkanmu. Dan ayat yang ia berikan sehingga membuat saya tetap kuat dan tabah ialah, Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil. (Luk 1:37). Di samping itu, Tuhan juga mencukupkan biaya pengobatan saya. Biaya 25 % ditanggung pemerintah Malaysia, 25% pemerintah Indonesia, 25% perusahaan di mana saya bekerja, dan sisanya 25% lagi dari gaji saya, yang masih ada di pimpinan perusahaan. Sebenarnya saya berniat mengambil gaji saya secara keseluruhan setelah masa kontrak saya habis selama 2 tahun, tetapi apa boleh buat, saya harus mengambilnya lebih awal untuk biaya pengobatan. Setelah dirawat di RS Malaysia itu, karena sudah parah, saya pun dirujuk ke RS Katolik Santa Theresia di Singapura. Di sana saya dirawat selama 2 minggu. Seperti disambar petir rasanya ketika saya menerima vonis dokter yang menyatakan bahwa saya tidak bisa sembuh dan saya akan meninggal pada tanggal 15 Mei 2008. Sehingga, saya pun dikembalikan lagi ke Malaysia. Lalu, setelah itu saya minta pulang ke Indonesia, karena saya hanya berpikir bahwa apa pun yang terjadi, sekalipun harus meninggal, akan lebih baik jika saya meninggal di tangan keluarga saya dan di Indonesia, tempat kelahiran saya. Pada tanggal 31 Maret 2008, saya memutuskan untuk pulang. Dalam kepulangan ke Indonesia, dari daerah saya, ada tiga orang teman saya yang juga menderita sakit. Yang dua orang menderita kanker darah, yang satu menderita sakit seperti yang saya alami. Masing-masing kami diberi dokter pribadi. Dan ketika kami akan dipulangkan ke Indonesia, kami pun tetap didampingi oleh perawat pribadi ketika dalam perjalanan. Namun sangat disayangkan, dari perawat saya, saya mendengar bahwa salah satu teman saya meninggal ketika di dalam perjalanan. Sedangkan dua teman saya yang lain juga meninggal ketika singgah untuk berobat di RS Batam. Padahal, kami sedang kembali menuju ke daerah di mana kami tinggal. Saya tidak dirujuk ke RS Batam, karena kondisinya tidak terlalu buruk. Biasanya orang yang sudah cukup parah yang akan dibawa ke RS Batam ini. Pada tanggal 16 April 2008 saya tiba di Kupang. Keluarga pun membawa saya untuk berobat alternatif. Namun, setelah mengetahui bahwa pengobatan alternatif ini berpotensi untuk membuat salah satu anggota tubuh tidak akan berfungsi, maka saya pun kabur. Setelah itu, saya bertemu dengan keponakan saya yang aktif di dalam persekutuan oikumene yang ada di daerah saya. Keponakan saya ini menawarkan pada saya apakah saya mau sembuh. Dengan tegas saya menyatakan, Ya, jelas saja saya mau, siapa sih yang tidak mau sembuh. Akhirnya saya pun dibawa ke gereja. Waktu itu sedang ada tim misionaris yang datang dari Korea dan tim hamba-hamba Tuhan dari Kota Kupang. Jadi, ketika saya datang ke gereja tersebut, maka tim hamba-hamba Tuhan ini pun sepakat mendoakan saya selama mereka ada di Kupang. Selama seminggu mereka berdoa semalaman untuk kesembuhan saya. Setelah berdoa, saya pun memeriksakan diri lagi ke dokter, dan ternyata tidak ada perubahan apa apa. Hari di mana saya divonis dokter akan meninggal sudah semakin mendekat. Namun saya tetap rajin mengunjungi gereja. Saya dan hamba-hamba Tuhan yang ada pun hanya bisa pasrah. Apa yang terjadi? Mujizat terjadi dalam hidup saya. Malam, tanggal 14 Mei saya tidur seperti biasa, dan tanggal 15 Mei pukul 3 dini hari, saya terbangun, saya masih hidup! Sungguh luar biasa Tuhan Yesus! Tanggal 22 Mei 2008, ada pengobatan gratis dari pemerintah, saya pun memeriksakan diri. Setelah dicheck berulang-ulang, puji Tuhan, dokter mengatakan bahwa akar penyakit itu sudah melemah dan ada harapan 70% untuk sembuh. Dokter memang mengatakan 70%, tetapi nyatanya sampai hari ini kondisi saya telah membaik. Setelah sembuh, tanggal 25 Juli 2008, saya pun langsung memutuskan untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Kini saya melayani dan sedang mengikuti perkuliahan di salah satu Sekolah Alkitab di Tangerang. Kemurahan Tuhan sungguh nyata. Vonis dokter yang menyatakan bahwa saya tidak mungkin sembuh tidak berlaku lagi. Tuhan Yesus telah menyembuhkan saya secara ajaib. Apa yang tidak mungkin bagi manusia sangatlah mungkin bagi Tuhan. Kiranya kesaksian ini menjadi berkat bagi para pembaca, menguatkan iman yang lemah, meyakinkan setiap orang yang sedang dalam penderitaan bahwa Tuhan itu baik dan Tuhan peduli pada umatNya. Terpujilah Tuhan Yesus!
back
Best viewed in Mozilla Firefox 3 or greater