Tanya: Di gereja saya diadakan Perjamuan Kudus tiga bulan sekali. Yang menjadi pelayan di dalam Perjamuan Kudus itu, yaitu yang membawa roti dan anggur untuk dibagikan ke jemaat adalah majelis. Suatu kali pendeta meminta seorang majelis untuk terlibat dalam pelayanan ini. Tetapi, majelis ini tidak mengenakan baju putih. Karena merasa tidak enak sama yang lain, maka majelis ini menolak pelayanan tersebut. Yang menjadi pertanyaan saya, Apakah baju bagi pelayan Perjamuan Kudus itu harus putih? Atau malah hitam sebagai simbol duka karena kematian Yesus yang akan diperingati dalam acara itu? Jawab: Dalam menjalani hidup kekristenan, sering kali orang Kristen terjebak kepada hal yang tidak prinsip dan mengabaikan hal yang prinsip. Mengenai pakaian dalam pelayanan, termasuk pakaian seorang pelayan Perjamuan Kudus, sebenarnya bukan hal yang prinsip. Tetapi, bukan berarti hal yang tidak prinsip ini lalu dikerjakan dengan seenaknya, yang pada akhirnya menghasilkan sesuatu yang tidak menjadi berkat. Mengenai pakaian pelayan Perjamuan Kudus, kita perlu memerhatikan dua hal berikut: Pertama, kita perlu memerhatikan peraturan gereja di mana kita terlibat. Ada gereja yang memberlakukan peraturan pelayan ibadah dengan ketat. Ada yang mengharuskan pelayan Perjamuan Kudus memakai baju berwarna putih, ada juga yang hitam. Untuk itu, jika kita berada di gereja seperti ini, kita harus mengikuti peraturannya. Ini sebenarnya bukan hanya masalah baju, tetapi masalah ketundukan. Kita dilatih untuk tunduk kepada yang berwenang yang di atas kita. Jangan beri kesempatan dalam diri kita untuk sebuah sifat pemberontak. Tetapi, ada gereja yang tidak begitu kaku tentang pakaian. Gereja tersebut tidak menentukan warna pakaian untuk para pelayan, termasuk pelayan Perjamuan Kudus. Kalau kita berada di gereja seperti ini, kita tidak perlu dibelenggu dengan masalah warna baju, yaitu masalah yang tidak prinsip itu. Namun demikian, bukan berarti kita bebas seenak-enaknya. Kita perlu memerhatikan lingkungan, yaitu jemaat yang lain. Kedua, jangan sampai kita menjadi batu sandungan bagi orang lain. Ada orang Kristen yang karena di gerejanya tidak ada peraturan tentang pakaian, maka dia memakai pakaian yang membuat orang lain terganggu. Demikian juga dalam pelayanan. Ada pelayan dalam ibadah yang berpakaian seenaknya. Tentu ini sangat mengganggu kenyamanan orang lain. Jika kita menjadi pelayan Perjamuan Kudus, maka kita perlu berkomunikasi dengan para pelayan yang lain untuk memakai baju seperti apa. Sebab, ada orang Kristen, bahkan pelayan Tuhan yang masih lemah iman, yaitu yang mempersoalkan hal-hal yang tidak prinsip. Jangan sampai orang lain menjadi terganggu imannya hanya karena pakaian kita. Mungkin kita berpikir, Mengapa kebebasan penyataan iman kita ditentukan oleh orang lain? Untuk hal itu, Paulus menjelaskan di dalam 1 Kor 10:32-33, Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah. Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat. Dengan memerhatikan peraturan gereja dan lingkungan atau orang Kristen lainnya, maka pelayanan kita bukan saja akan memuliakan Tuhan, tetapi membuat orang lain diberkati. Mereka tidak tersandung, tetapi justru akan terbuka untuk mendengar apa yang kita katakan, bahkan meneladani hidup kita yang baik dan benar itu.
back
Best viewed in Mozilla Firefox 3 or greater